Posts

Si Merah Berpisah

Image
Aku mengenalmu dari teman seperjuangan Aku menukarmu dengan mahar 50 Ribu Kau hitam sangat lucu Kau menghibur dan menemani liburku Kau berbeda dengan yang lain Aku memilihmu untuk cinta Kita bersama kisaran setengah abad sudah Kau ada tidak sama dengan mereka Pagi yang mendung Pukul 6 pagi aku setater motorku Tiba-tiba hape berbunyi Air mata seakan mengalir Semangat yang berubah menjadi loyo 10 Agustus 2018 Selamat jalan kawan Kau telah meninggalkanku dan sendaugurau kehidupan Entah tangan-tangan mana yang telah menyiksa Tangan-tangan yang bringas Tangan-tangan yang tidak ada rasa iba Tangan-tangan seakan bukan manusia Selamat jalan kawan Semoga kau bahagia disana Maafkan atas segala salah selama bersama Tiga hari sudah tanpamu Berbahagialah disana, wahai Ayam Jantanku Simerah teman liburku Sipenghibur lelahku "Dan setiap yang bernyawa akan kembali pada-Nya" Glempang, 12 Agustus 2018

Lelaki Perkasa

Dipagi yang mendung kau kayuh sepeda tua Usiamu tak lagi muda Menyusuri jalan-jalan dipinggiran desa Dengan membawa martabak-martabak makanan sederhana Matahari masih enggan menampakan dirinya Kau tersenyum  ceria yang menjadikan orang bertanya-tanya Ada apa gerangan dengan lelaki tua? Lelaki perkasa yang masih terus berjuang menghidupi keluarga Semangatmu masih tetap sama, usia bukan penghalang untuk terus mengayun sepeda Banyak yang berkata “oohh... kasian dia sudah tua, kemana anak-anaknya?” Harusnya diakhir usianya adalah menikmati dan bercengkrama dengan cucu-cucunya Tapi kemana mereka?, karena tak ada satupun yang membeli martabaknya Lelaki perkasa Semoga lelahmu adalah doa Kayuhan sepedamu adalah dzikir yang terus bermunajat pada-Nya Sepanjang jalan yang kau lalui adalah saksi yang memantaskan kau masuk dalam surga-Nya Lelaki perkasa Maafkan kami yang masih menjadi penonton dan menyangka-nyangka Kaulah pemain dan aktor sesungguhnya

Goresan

Apasaja mulai aku goreskan pada lembaran-lembaran putih, kutuliskan dari tangis yang membahgiakan manusia, tangisan yang menjadikan senyum pada jiwa-jiwa yang ada disekitarnya. tangisku saja menjadi rasa sumringah oleh mereka, apalagi senyumku yang pasti di tunggu-tunggu. kini aku mulai dewasa, tangis yang dulu sudah mulai berbeda, kini tangisku menjadi rasa pusing bagi mereka tapi tetap saja senyumku adalah tawanya. aku mulai takut, kalo-kalo hadirku saja menjadi ancaman dan kegundahan jiwa. bunyi langkah sendalku menjadi derita.  Rasa takut itu semakin menyiksa, jangan-jangan jiwa Fir'aun kini sudah merasuk merusak mengkoyak-koyak seluruh raga. Akukah Aku atau Masih Fir'aun yang menyatu dan Jiwa Lembut Muhammad kini terselip kemana?

Syukur

Perjalanan ini penuh dengan tawa Banyak hal yang harus ditertawakan Banyak hal yang harus terus ada senyum Banyak yang harus bahagia Syukur Syukur adalah ruh dari tawa Syukur adalah jiwa dari rasa bahagia Syukur adalah awal dari kedamaian rasa Pandangan Pandangan adalah langkah awal yang harus ditata Pandangan adalah kunci dari pintu menuju lorong hati yang berseri Pandangan hal yang terus dipegang dan dikawal Bahagia adalah puncak dari pandangan yang sudah tertata Bahagia adalah ujung dari syukur sang jiwa Bahagia adalah mereka yang bisa menyatukan keduannya Bahagia bukanlah kerutan wajah, tapi nuansa hati yang tanpa noda

Renungan Senja

Bahagia itu bukan hanya urusan harta, uang, fasilitas, kehormatan dan cinta kasih. Tapi kebahagiaan adalah urusan rasa, rasa damai, rasa nyaman, rasa ketenangan yang mendalam. Seringkali dihadapan kita banyak sekali makanan enak, kantong penuh dengan rupiah tapi hati kita terasa gundah, merasa ada yang kurang, muncul ketidak nyamanan. "Apakah kau pernah merasakan demikian wahai saudaraku?"  Tapi anehnya diri ini terus mengejar materi, rasa iri muncul ketika saudara kita mendapat nikmat lebih. Kita masih berlomba-lomba mengejar kenikmatan sesa'at tanpa dasar ilmu. Apakah rasa ini hanya menimpaku? Kematian semakin hari semakin dekat, tapi kita lalai, apa bekal kita nanti untuk menghadapi alam yang tanpa batas? Aku merindumu wahai kekasih, aku tau Engkau lebih merinduku dari rinduku pada-Mu, Tuntunlah aku wahai sang Maha Cinta. Jadikanlah aku manusia-manusia yang terus bahagia dalam pandangan-Mu dan jadikan keteguhan dan kenyamanan dalam menapaki jalan jalan cin

Rakyat Tetap Saja Rakyat

Rakyat tetap saja rakyat Wajahnya harus tetap sedih Mereka akan menganggap aneh jika sedikit tersenyum Apalagi jika berpakaian sedikit bersih, mereka akan kaget Rakyat tetap saja rakyat Jalannya harus merunduk Duduknya harus di bawah Suarannya hanya angin yang lalu Rakyat tetap saja rakyat Tapi Haruskah roda-roda itu mereka tahan agar tetap diam Haruskah mereka tetap membungkam jeritan para jelata Haruskah hanya mereka saja yang dapat tertawa dan berbuat sesukannya Rakyat tetap saja rakyat Kringatnya darah Suaranya Angin kosong Langkahnya Siput atau Semut Rakyat tetap saja rakyat Ah.... tidak, aku dapat kabar, rakyat sekarang adalah Raja Duduknya sekarang di Singgasana Suaranya adalah Petir yang menggelegar Rakyat tetap saja rakyat Tuhan aku berdo'a semoga aku menjadi rakyat yang sebenar-benar rakyat tidak hanya 5 tahun sekali Aku ikhlas Tuhan..... Tapi kenapa hanya 5 tahun sekali? Mari kita bergembira Haaaa....Ha...... Haaaa....Ha......Ha....... Ra

Dialog Senja

Ketika ku tanya pada api, mengapa kayu-kayu itu kau lalap dan menghanguskannya, api pun menjawab “aku tidak melalap dan menghanguskannya, tapi aku ingin terus abadi bersama kayu dalam partikel-partikel debu”.